ketidaksempurnaan rasa dalam cakrawala aksara .

Rabu, 22 Oktober 2014

Ayo Bermain

Hai
Apa kamu sedang sibuk ?
Mingguku tidak terlalu lengang. Tapi sepertinya setelah beberapa hari kedepan aku sedikit longgar. Aku akan pergi bermain. Mungkin ke tempat dimana orang lain tidak bisa menemukan. Aku jamin akan menyenangkan.

Judul permainannya : "Menjadi Apa yang Aku Inginkan". 

Aturannya mudah, kamu hanya perlu tahu apa yang kamu inginkan. Jadilah seperti itu tanpa pikir panjang. Karena tidak akan ada orang lain yang bisa menemukan. Mengerti? Oke sebagai contoh, aku ingin menjadi orang yang bisa mempertemukan dua senyum lalu menghentikan waktu, saling berpandang tanpa penghalang. Jika bosan, boleh saja pergi jalan-jalan ke taman bermain, lalu berfoto dengan lengan yang mendekap atau boleh saja jika ada tangan yang ingin mengalung di pinggang. Sampai keduanya lelah. Simple bukan?

Dan sepertinya aku butuh lawan bermain. Apa kamu ada waktu ? Jika senggang, ikutlah denganku.



22 Oktober 2014
K.
Read More

Minggu, 12 Oktober 2014

Jatuh Cinta Lagi

Aku jatuh cinta lagi.



Terakhir, hingga aku melupakan kapan aku senang melihatnya pulang. Melihatnya membawa begitu banyak hal baru untuk ia bagi. Menggodaku dengan canda yang hanya bisa kudengar setelah sekian lama aku berpuasa akan dia.

Untuk beberapa hal yang sangat masuk akal aku membencinya. Bersamaan dengan tumbuhnya diriku menjadi sosok yang kini katanya sangat tidak ia kenal. Bukannya semua orang hidup memang berubah. Mencintai yang lebih bisa berbuat banyak, membuat rutinitas baru, membenci, mendendam, dan sakit. Mungkin ia tidak tahu tentang hukum alam yang aku buat jauh sebelum dia menyadari bahwa aku sudah tidak mencintainya.

Hingga suatu malam memojokkan kita di depan layar bercahaya, secangkir kopi, cemilan yang tidak ingin kusentuh, dan puntung-puntung rokok. Beberapa sudah beristirahat menyala dan menyisakan sisa hisapan, satu diantaranya belum habis dan masih menyandar dengan asap yang membuatku tidak sesak. Entah mengapa malam itu asap terasa lebih indah daripada udara.

Kita hanyut dalam perbincangan. Mataku kian lelah. Badanku sudah memerah karena nyamuk yang beringas cari makan. Namun usahaku nampaknya belum letih untuk menahan dagu yang sesekali mengangguk karena kantuk dan leher yang telah ingin diistirahatkan. Aku masih melihat ia asyik berusaha. Dan itu membuatku semakin jatuh cinta.

Lama aku tidak mengenalnya. Dan dalam semalam aku rasa perkenalan itu sudah sangat intim tanpa perlu melewati tahap pendekatan.

Dalam pantulan cahaya remang aku melihat seseorang yang selalu menggendongku ke kamar saat aku tertidur di mobil. Seseorang yang selalu meneleponku dari jauh menawarkan oleh-oleh. Seseorang yang tidak lelah menungguku yang terkadang pulang larut, lalu membukakan pintu. Tidak jarang mendiamkanku untuk membuatku jera, namun selalu kulakukan hal sama. Seseorang yang tengah malam mengantarku ke mini market untuk membeli pembalut. Atau dalam wujud lain ia menjadi seseorang yang sangat merindukanku ketika aku jauh, namun menanyakan kabar hanya lewat orang lain, bukannya menghubungiku langsung. Ia tidak pernah lelah menungguku kembali mencintainya.

Dan kini aku menjawab penantiannya. Aku jatuh cinta lagi. Maaf Bunda, aku mengambil tugasmu.
Aku mencintainya. Lagi

12 Oktober 2014
K.
Read More

Dalam



Kendati jelas batas antara laut dan pantai, tidak ada yang bisa tahu, seberapa dalam air dalam mangkok super besar itu dapat menenggelamkan. Terlebih jika diberi bonus palung, lengkap dengan lubang hitamnya. Cahayapun enggan lewat apalagi mengetuk, karena takut membangunkan, ia juga takut ikut lenyap dan terserap hingga tidak lagi disebut cahaya. Ia ikut hitam.

Aku berdiri di atas tebing. Indah. Kakiku bisa kuayunkan dengan iringan ombak yang menderu tiada lelah. Tanpa hujan dan sedikit sinar cahaya hingga aku tidak perlu memakai kacamata. Angin meniupkan apa saja yang lebih ringan dari yang masih bisa bertahan. Aku. Tidak begitu dengan kerikil yang tidak terlalu berat. Jatuhlah kerikil melewati kakiku yang masih terayun dengan cepat. Nampaknya gravitasi tidak meloloskan siapa saja yang masih ingin bertahan namun tak berpijak. Aku hanya bisa melihat sampai ia menyentuh bibir lautan dengan menyisakan percikan kecil indah. Selepasnya, aku tidak bisa melihatnya lagi dan tidak kudengar ia membuat riuh yang bisa membangunkan macan lautan. Kasihan. Dia pasti sendirian. 

Angin tidak pernah tahu, apa yang ia buat. Karena mudah saja menjatuhkan sesuatu ke dalam lautan tanpa tahu seberapa dalam kerikil akan menjangkar. Seberapa dalam luka yang ditimbulkan.
Mungkin karang hanya tersentil geli. Tapi siapa yang tahu, kerikil tidak dapat kembali. Terperangkap dalam-dalam, meski ia terkadang merindukan angin yang sering mengajaknya bermain dengan debu dan daun kering.
Terkadang, harap yang kurang ajar menginginkan gravitasi hilang dalam air. Agar ia dapat sesekali melihat udara untuk menyaksikan yang menjatuhkannya tengah baik-baik saja.

Tidak ada yang tahu kerikil sedang tidak baik-baik saja. Tidak ada yang mengerti seberapa dalam dia jatuh.


12 Oktober 2014
K.
Read More

Rabu, 08 Oktober 2014

Hingga Pagi Tiba

Teruntuk yang pernah ada. Menaungi sauna, menjadikannya sejuk dan mendingin meski tengah berkeringat. Aku mengingatnya dengan pilu.

Ada rindu yang tertatih coba menemukan pijakan dan pegangan agar tidak tersungkur. Jadilah ia sebuah cerita dalam pikiran dan hati setiap pemerannya. Aku merindukan ketika kita saling mendekap, menyemangati dalam tangis, menyayang dalam tawa. Hingga pagi tiba.

Aku malu pada apa yang sudah kian terkikis. Ratap untuk diri sendiri lebih baik daripada kumpulan rindu beberapa orang yang enggan saling menyapa dikumpulkan. Aku lihat dia melengang, menciptakan langkah yang kian membesar dan banyak. Secepatnya meninggalkan bayangan dirinya yang belum sempat tertangkap kaca. Namun hatiku tau, mataku tengah mengawasinya.

Aku lelah menjadi benci. Aku letih untuk sesuatu yang kucinta. Aku ingin segera bisa menerka, apa mereka juga sama. Seandainya “seandainya” itu tidak muluk. Ingin ku dekap mereka dalam air. Hingga mereka tidak sadar jika air mata rinduku tak lagi terbendung. Aku ingin menyapanya dalam angin ribut, hingga mereka tidak mendengar isak yang telah lama tertahan kian kencang. Aku ingin bersama mereka. Bersamamu, bersamanya, dan menjadi kita. Ke tempat yang aku sangat hafal. Yang membuatku berpindah dari suatu lingkungan.

Aku tidak butuh pantai, gunung, goa, atau taman hiburan. Reuniku untuk kalian hanya butuh hati dan maaf. Aku sungguh-sungguh ingin kita. Bangun dalam ruang yang sama, masih penuh boneka, selimut berserakan, serta minuman ringan bekas begadang. Hingga pagi tiba.



7 Oktober 2014
Dedicated to : kita berlima, dan lebih dari itu
K.
Read More

Blog List

Pages

© My Whole Trash, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena