My Whole Trash

ketidaksempurnaan rasa dalam cakrawala aksara .

Kamis, 09 April 2015

Monoteisme

Bunga yang kau hanyutkan bukanlah tanpa arti, meski dalam muaranya namun hilir menolak untuk menyumbangkan sampah pada lautan. Suara hilir didengar oleh dinas kebersihan, sia-sialah kegiatan menghanyutkan rekahan kelopak mawar merah di sungai pinggir desa. Sore yang masih sama, dengan layang-layang sebagai perhiasan kanvas biru super megah, serta dua orang penggila mahakarya senja dan atap rumah. 

Aku tidak pernah berpikir akan menemuinya pada suatu ketika yang telah terjadi, tapi entah atas dasar apa, melihat wajahnya kini menjadikanku membuat daftar rutinitas dan kegiatan itu selalu berada dalam posisi teratas. Dirinya tidak sadar tengah dicintai, dengan cara apa juga dia tidak sadar membuat seseorang lumpuh dan penuh ketergantungan. Mungkin jika suatu saat dia menginginkan dirinya berubah wujud, akan dipahamilah bahwa ada yang tengah memuja wujud aslinya sebelum menjadi tidak dikenali lagi. Ada yang menantikan siklus lingkaran alam yang akhirnya menuntun wujud baru dari dirinya terpaksa kembali pada wujud semula meski dengan komposisi yang tak lagi sama. 

Dalam hidup kita tidak bisa memilih dengan siapa kita menjalaninya, usaha yang bisa dilakukan hanya merapikan apa yang salah serta merencanakan suatu kebenaran selanjutnya. Begitupun aku, bertemu denganmu mungkin kesalahan terindah yang tidak akan aku cari jalan keluarnya. Ada beberapa hal yang kau lakukan sedang aku tidak, yang membuatku belajar dari apa yang tidak pernah kau anggap itu ajaran. Bahwa kebenaran dapat dilakukan dengan lebih dari satu cara. Mungkin banyak orang tahu mengapa 2 + 2 = 4 namun mengabaikan alasan mengapa 2 x 2 = 4. Itulah yang dinamakan kebenaran dari dua jalan. Kita sudah lama menyetujuinya.

Hari berlari menjadikan kita sebagai manusia yang saling menghargai. Hal yang akan sulit dilakukan oleh seseorang dengan sesamanya, karena jika sudah sama, apa yang harus dihargai lagi? Bukannya penghargaan biasa diterima oleh sesuatu yang berbeda. Aku memakan sumber karbohidrat yang sama denganmu, protein serta vitamin mineral yang tidak jauh berbeda. Mungkin terkadang sumber lemak dan kolesterol saja yang kita peroleh dari jenis tidak sama, namun dapat kupastikan itu kejadian satu dibanding seribu. Banyak kesamaan yang membuat kita saling nyaman dan saling menemukan. Momen-momen itu pun berkembang lebih pesat dari seharusnya, mungkin karena asupan oksigen yang melimpah sehingga pemacu kejadian-kejadian yang menimbulkan suatu peningkatan sangat mudah sekali berkembang.

Sejak awal kita tidak pernah menafsirkan aku kanan dan kamu kiri, namun beberapa orang dengan pengetahuan cetek tidak henti menceramahi soal tujuan kita bersama. Beda seharusnya dialami oleh kedua sisi, jika aku menyatakan kita berbeda, pastinya aku berbeda menurutnya dan juga sebaliknya. Persoalan yang hanya bisa diklarifikasi oleh dua pihak, ketidak adilan namanya jika hanya satu yang berhak memutuskan dirinya berbeda dari diri kita. Dan apa yang disebut mereka berbeda, kita adalah sama, monoteisme. Kadang aku heran, apa mereka pikir, satu orang tidak bisa mempunyai nama lebih dari satu? Yang jelas, aku nyaman dalam dekapmu dan doaku. Dan yang juga kuyakini ialah doamu sama baiknya denganku, bukannya hal yang dilakukan bergotong royong akan lebih mudah dicapai? Kini, tangan kita yang sejak beberapa menit lalu telah saling mengait mengerti bahwa kita bersama atas dasar dogma yang tidak bisa ditentang dan membedakan apa yang telah sama. 

Saat semua menyeru bahwa kepercayaanku adalah teroris, dirimu lantang dalam diam yang menenangkan, berkata bahwa tidak ada kandungan yang salah mengeluarkan manusia. Melainkan dengan cara apa manusia tersebut diberi asi atau bagaimana cara manusia tersebut mendapatkan makan, itulah yang membuat batasan antara salah benar. Namun kepercayaan lebih dari sekedar benar atau salah, kepercayaan itu pengajaran kebenaran. 

Aku yakin sehelai kain di atas kepala tidak telak membuktikan keimanan seseorang, dan dirimu lebih baik dari yang pernah kukenal. Pemimpin agamaku pun sependapat, ia jatuh cinta pada wanita tanpa tutup kepala pertama kali ialah pada dirimu. Ketika aku mengenalkannya padamu, dan beliau memberi kultum bahwa kita adalah pokok ajaran. Kita akan memecahkan apa yang sudah benar menjadikan sesuatu yang sebelumnya sama akan kembali sama. 

K.
Read More

Rabu, 22 Oktober 2014

Ayo Bermain

Hai
Apa kamu sedang sibuk ?
Mingguku tidak terlalu lengang. Tapi sepertinya setelah beberapa hari kedepan aku sedikit longgar. Aku akan pergi bermain. Mungkin ke tempat dimana orang lain tidak bisa menemukan. Aku jamin akan menyenangkan.

Judul permainannya : "Menjadi Apa yang Aku Inginkan". 

Aturannya mudah, kamu hanya perlu tahu apa yang kamu inginkan. Jadilah seperti itu tanpa pikir panjang. Karena tidak akan ada orang lain yang bisa menemukan. Mengerti? Oke sebagai contoh, aku ingin menjadi orang yang bisa mempertemukan dua senyum lalu menghentikan waktu, saling berpandang tanpa penghalang. Jika bosan, boleh saja pergi jalan-jalan ke taman bermain, lalu berfoto dengan lengan yang mendekap atau boleh saja jika ada tangan yang ingin mengalung di pinggang. Sampai keduanya lelah. Simple bukan?

Dan sepertinya aku butuh lawan bermain. Apa kamu ada waktu ? Jika senggang, ikutlah denganku.



22 Oktober 2014
K.
Read More

Minggu, 12 Oktober 2014

Jatuh Cinta Lagi

Aku jatuh cinta lagi.



Terakhir, hingga aku melupakan kapan aku senang melihatnya pulang. Melihatnya membawa begitu banyak hal baru untuk ia bagi. Menggodaku dengan canda yang hanya bisa kudengar setelah sekian lama aku berpuasa akan dia.

Untuk beberapa hal yang sangat masuk akal aku membencinya. Bersamaan dengan tumbuhnya diriku menjadi sosok yang kini katanya sangat tidak ia kenal. Bukannya semua orang hidup memang berubah. Mencintai yang lebih bisa berbuat banyak, membuat rutinitas baru, membenci, mendendam, dan sakit. Mungkin ia tidak tahu tentang hukum alam yang aku buat jauh sebelum dia menyadari bahwa aku sudah tidak mencintainya.

Hingga suatu malam memojokkan kita di depan layar bercahaya, secangkir kopi, cemilan yang tidak ingin kusentuh, dan puntung-puntung rokok. Beberapa sudah beristirahat menyala dan menyisakan sisa hisapan, satu diantaranya belum habis dan masih menyandar dengan asap yang membuatku tidak sesak. Entah mengapa malam itu asap terasa lebih indah daripada udara.

Kita hanyut dalam perbincangan. Mataku kian lelah. Badanku sudah memerah karena nyamuk yang beringas cari makan. Namun usahaku nampaknya belum letih untuk menahan dagu yang sesekali mengangguk karena kantuk dan leher yang telah ingin diistirahatkan. Aku masih melihat ia asyik berusaha. Dan itu membuatku semakin jatuh cinta.

Lama aku tidak mengenalnya. Dan dalam semalam aku rasa perkenalan itu sudah sangat intim tanpa perlu melewati tahap pendekatan.

Dalam pantulan cahaya remang aku melihat seseorang yang selalu menggendongku ke kamar saat aku tertidur di mobil. Seseorang yang selalu meneleponku dari jauh menawarkan oleh-oleh. Seseorang yang tidak lelah menungguku yang terkadang pulang larut, lalu membukakan pintu. Tidak jarang mendiamkanku untuk membuatku jera, namun selalu kulakukan hal sama. Seseorang yang tengah malam mengantarku ke mini market untuk membeli pembalut. Atau dalam wujud lain ia menjadi seseorang yang sangat merindukanku ketika aku jauh, namun menanyakan kabar hanya lewat orang lain, bukannya menghubungiku langsung. Ia tidak pernah lelah menungguku kembali mencintainya.

Dan kini aku menjawab penantiannya. Aku jatuh cinta lagi. Maaf Bunda, aku mengambil tugasmu.
Aku mencintainya. Lagi

12 Oktober 2014
K.
Read More

Dalam



Kendati jelas batas antara laut dan pantai, tidak ada yang bisa tahu, seberapa dalam air dalam mangkok super besar itu dapat menenggelamkan. Terlebih jika diberi bonus palung, lengkap dengan lubang hitamnya. Cahayapun enggan lewat apalagi mengetuk, karena takut membangunkan, ia juga takut ikut lenyap dan terserap hingga tidak lagi disebut cahaya. Ia ikut hitam.

Aku berdiri di atas tebing. Indah. Kakiku bisa kuayunkan dengan iringan ombak yang menderu tiada lelah. Tanpa hujan dan sedikit sinar cahaya hingga aku tidak perlu memakai kacamata. Angin meniupkan apa saja yang lebih ringan dari yang masih bisa bertahan. Aku. Tidak begitu dengan kerikil yang tidak terlalu berat. Jatuhlah kerikil melewati kakiku yang masih terayun dengan cepat. Nampaknya gravitasi tidak meloloskan siapa saja yang masih ingin bertahan namun tak berpijak. Aku hanya bisa melihat sampai ia menyentuh bibir lautan dengan menyisakan percikan kecil indah. Selepasnya, aku tidak bisa melihatnya lagi dan tidak kudengar ia membuat riuh yang bisa membangunkan macan lautan. Kasihan. Dia pasti sendirian. 

Angin tidak pernah tahu, apa yang ia buat. Karena mudah saja menjatuhkan sesuatu ke dalam lautan tanpa tahu seberapa dalam kerikil akan menjangkar. Seberapa dalam luka yang ditimbulkan.
Mungkin karang hanya tersentil geli. Tapi siapa yang tahu, kerikil tidak dapat kembali. Terperangkap dalam-dalam, meski ia terkadang merindukan angin yang sering mengajaknya bermain dengan debu dan daun kering.
Terkadang, harap yang kurang ajar menginginkan gravitasi hilang dalam air. Agar ia dapat sesekali melihat udara untuk menyaksikan yang menjatuhkannya tengah baik-baik saja.

Tidak ada yang tahu kerikil sedang tidak baik-baik saja. Tidak ada yang mengerti seberapa dalam dia jatuh.


12 Oktober 2014
K.
Read More

Rabu, 08 Oktober 2014

Hingga Pagi Tiba

Teruntuk yang pernah ada. Menaungi sauna, menjadikannya sejuk dan mendingin meski tengah berkeringat. Aku mengingatnya dengan pilu.

Ada rindu yang tertatih coba menemukan pijakan dan pegangan agar tidak tersungkur. Jadilah ia sebuah cerita dalam pikiran dan hati setiap pemerannya. Aku merindukan ketika kita saling mendekap, menyemangati dalam tangis, menyayang dalam tawa. Hingga pagi tiba.

Aku malu pada apa yang sudah kian terkikis. Ratap untuk diri sendiri lebih baik daripada kumpulan rindu beberapa orang yang enggan saling menyapa dikumpulkan. Aku lihat dia melengang, menciptakan langkah yang kian membesar dan banyak. Secepatnya meninggalkan bayangan dirinya yang belum sempat tertangkap kaca. Namun hatiku tau, mataku tengah mengawasinya.

Aku lelah menjadi benci. Aku letih untuk sesuatu yang kucinta. Aku ingin segera bisa menerka, apa mereka juga sama. Seandainya “seandainya” itu tidak muluk. Ingin ku dekap mereka dalam air. Hingga mereka tidak sadar jika air mata rinduku tak lagi terbendung. Aku ingin menyapanya dalam angin ribut, hingga mereka tidak mendengar isak yang telah lama tertahan kian kencang. Aku ingin bersama mereka. Bersamamu, bersamanya, dan menjadi kita. Ke tempat yang aku sangat hafal. Yang membuatku berpindah dari suatu lingkungan.

Aku tidak butuh pantai, gunung, goa, atau taman hiburan. Reuniku untuk kalian hanya butuh hati dan maaf. Aku sungguh-sungguh ingin kita. Bangun dalam ruang yang sama, masih penuh boneka, selimut berserakan, serta minuman ringan bekas begadang. Hingga pagi tiba.



7 Oktober 2014
Dedicated to : kita berlima, dan lebih dari itu
K.
Read More

Senin, 29 September 2014

Selamat Tidur Lagi

 
 
Sekarang pukul 00.18 di tempatku. Entah lebih atau kurang bebera sedikit menit dari waktu ditempatmu, karena kita belum sempat bisa menyamakan waktu. Namun dalam ketidaksamaan aku bisa merasakan tubuhmu tengah berbaring. Sedikit meringkuk ke satu sisi. Sesekali mencoba meraih apa yang bisa kau pegang, dan aku harap itu tanganku, tapi realita menamparku dengan gulingmu. Bantalmu yang kian mengeras masih nyaman kau jadikan alas untuk menggelar imajinasi. Ingin kurapikan rambutmu yang melayu. Lalu berbaring menghadap sisi dimana aku bisa melihat wajahmu yang tengah tersenyum karna tidur terasa sangat syahdu.
 
Dan aku masih di sini berusaha keras menyamakan waktu. Apakah kamu masih disana ? aku sedikit tersesat, kehilangan bintang selatan.
 
Tunggu...
Izinkan aku menyusulmu ke alam dimana aku takkan bersuara agar mimpimu sempurna. Dan tanpa lelah mengitari orbitmu. Atau sudah cukup sebagai selimut tempatmu bersembunyi dari dingin yang kadang membuat bulu lehermu bergidik. Baiklah, akan kumatikan kipas anginmu.
Izinkan aku menjadi apa saja yang bisa kau jamah dengan rasa dan karsa yang lebih nyata saat kau terlelap.
Hingga pagi membangunkanmu dengan wajah malas, dan aku masih di sana. Di sisi dimana kita hanya bisa bertatapan dan bertukar karbondioksida saat membuka mata, sambil saling melempar "selamat pagi". Selamat tidur lagi.
Read More

Minggu, 28 September 2014

The Unholy Confession

I was born perfectly, I knew it, everybody knew it, but my logic always deny. I have too much pessimism than optimism in me. I always over think something and afraid for what I’ve done isn’t enough, they’re absolutely not perfect before my expectation. I hope too much, but I act too less. That’s why I stuck in this damn pathetic thinking, guess I will never go anywhere. My heart is like a door that is made without the key, I will never fall in love. Regretfully, I blame someone for my weakness, for all my faults. He is me, the weak of me. I hate myself when I do become soft, perhaps the world is rougher than the surface of the moon. I wish to be “Yes” man, accept all those kindness that universe gives, but I decided to refuse, cause they come too long. I hate waiting, neither you. I wish to be “Pygmalion”, the most pathetic ancient greek hero I ever know. He carve the statue of his own ideal woman he dreamt of, then suddenly the goddess of love feel so pity about him. With her Goddess power, she give live to the statue. Pygmalion feel so blessfull. I feel both, happy and jealous at the same time. Why didn’t she (Goddess of love) choose me? So, I can carve you in a statue, dear.
Sometimes, I browse the internet, click up WikiHow, do some search “How to talk to a girl you like?”. I’ve got nothing but only 404 error. They never be found, I never gonna get the answer. Then I’m realize that you’re not an object that have manual books. You’re special, You’re venus. The mysterious planet in my galaxy, even astronauts didn’t know what inside of you. You act like the logarithm equation that never be solved, even you give me those “alpha, betha, gamma”, but I’m too dull to catch the answer. I suck at math, I suck at love too.

I have bad headache all this time I think of you, you just like a large bad sector in memories of my brain I wish I’ll never clean. You stole a big half of my time, I waste the rest to find a way how you can see me now. I remember, some wiseman said,“ Brain is somewhere place like a house, Be wise to choose your furniture,” and this sounded right, cause I hang your images everywhere, your pictures anywhere in my mind, then you always appear in imagination. Some slang said in cool way, “Don’t waste your time thinking something/one they don’t give a shit (“take care”) about you”, but I tried not to believe it. I’ve read many books, they mention so many pearl of wisdoms. One of those pearl line in those book said,” Life is all about giving”, and you will get in balance for bonuses. I favorite one of them, “If you want to be loved, be lovable”. So, I choose to be lovable, by you.

We’re just like playing domino, I fall for you, and you fall to another. We live in antonym world, for what I see is “good”, and look like “bad” for you. You, the only one among all of the creatures which God created, that yet I don’t really understand. Just give me a reason why should I fall in love with you, so I can die peacefully right now for giving in, to find impossible way for this sickness. I name the disease like a love song I used to listen, the name is “What can I do to make you love me”. But, just like good novel, they don’t always have a good ending. And soon to be, we will forget each other now and then. I will pretend this feelings never happen, the part of “Falling in love with you”. 


Read More

Blog List

Pages

© My Whole Trash, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena