Ketika saya tertidur lima tahun dan sekarang dengan seenaknya saya bangun.
Kamu ada ketika saya ada. Kamu ada ketika saya tiada. Dan
kamu masih ada ketika saya ada atau tiada untuk kesekian kalinya.
Tidak atas nama salah dan benar, tapi atas sejumlah rasa
maklum yang benar-benar tahu diri untuk apapun perasaan yang kini kamu punya
untuk saya. Kamu di depan saya, sedikit remang saya perhatikan punggung kamu
sekarang. Kamu tidak sedang berlari, tapi saya yang sedikit susah melihat. Saya
tidak menuntut lebih. Bahkan jika kamu tidak kembalipun tidak apa-apa. Kamu
sudah perna ada saja sudah cukup.
Tapi semua perubahan pasti membawa dampak. Dan kenyataannya
kamu hadir. Saya juga sedang hadir. Kamu hadir dengan semua rasa yang
sama, tanpa kamu lego sejak pertama kali kita bertemu.
Sebenarnya saya jatuh cinta sama kamu sejak pertama saya
lihat sepasang mata itu. Bukan gombal, hanya kejujuran yang terlambat.
Yang saya kuatirkan adalah kebersaan akan menghapus keabadian.
Saya sudah terbiasa bersama kamu tanpa alasan. Dan apabila kita bersama, lalu
kamu mengerti semua lebih dalam mengenai saya, menggunakan bahasa sensitif rasa
untuk menerka segalanya, saya lebih kuatir lagi. Saya takut kamu tidak betah
lalu membenci saya. Mungkin ini satu-satunya alasan logis yang baru bisa saya
temukan ketika saya mulai takut kehilangan kamu.
Saya pernah. Sama takutnya waktu saya takut tertinggal
cahaya ketika fajar mulai lelah dan ingin beristirahat. Atau ditinggalkan embun
yang berhenti menetes lalu menguap bersama asap.
Mungkin setelah sekian lama, segalanya menjadi sangat jelas.
Kamu destinasi saya..
0 komentar:
Posting Komentar