Teruntuk yang
pernah ada. Menaungi sauna, menjadikannya sejuk dan mendingin meski tengah
berkeringat. Aku mengingatnya dengan pilu.
Ada rindu yang
tertatih coba menemukan pijakan dan pegangan agar tidak tersungkur. Jadilah ia
sebuah cerita dalam pikiran dan hati setiap pemerannya. Aku merindukan ketika
kita saling mendekap, menyemangati dalam tangis, menyayang dalam tawa. Hingga pagi
tiba.
Aku malu pada
apa yang sudah kian terkikis. Ratap untuk diri sendiri lebih baik daripada
kumpulan rindu beberapa orang yang enggan saling menyapa dikumpulkan. Aku lihat
dia melengang, menciptakan langkah yang kian membesar dan banyak. Secepatnya meninggalkan
bayangan dirinya yang belum sempat tertangkap kaca. Namun hatiku tau, mataku
tengah mengawasinya.
Aku lelah
menjadi benci. Aku letih untuk sesuatu yang kucinta. Aku ingin segera bisa
menerka, apa mereka juga sama. Seandainya “seandainya” itu tidak muluk. Ingin ku
dekap mereka dalam air. Hingga mereka tidak sadar jika air mata rinduku tak
lagi terbendung. Aku ingin menyapanya dalam angin ribut, hingga mereka tidak
mendengar isak yang telah lama tertahan kian kencang. Aku ingin bersama mereka.
Bersamamu, bersamanya, dan menjadi kita. Ke tempat yang aku sangat hafal. Yang membuatku
berpindah dari suatu lingkungan.
Aku tidak
butuh pantai, gunung, goa, atau taman hiburan. Reuniku untuk kalian hanya butuh
hati dan maaf. Aku sungguh-sungguh ingin kita. Bangun dalam ruang yang sama,
masih penuh boneka, selimut berserakan, serta minuman ringan bekas begadang. Hingga
pagi tiba.
7 Oktober 2014
Dedicated to :
kita berlima, dan lebih dari itu
K.
0 komentar:
Posting Komentar