Hai
Apa kabarmu manusia yang bertemankan dengan malam dan berintim dengan kesunyian?
Aku masih sama, ingin menantang bulan dan menanggalkan yang kupunya untuk mengantikannya. Semoga kamu baik-baik tanpa kebohongan. Aku selalu ingin mengabarkan, namun selalu terbatas oleh media. Bukan jarak dan waktu, namun sebuah media yang kuberi nama, "nyali". Kamu tahu susahnya?
Setiap selasa aku beritual dengan mantra yang lirih kuramalkan untuk sekedar mencuri kesempatan jika takdir lelah memutus.
Malam ini alam bersinergi untuk mencuri segenap perhatianku, untuk membuat lututku lemas bersujud. Memaksa apa yang aku punya untuk mengakui bahwa aku,
Rindu...
Apakah kamu... oh lupakan. Aku hanya berbicara dengan tombol yang penuh akan angka. Mungkin dia yang sangat mengerti pada saat-saat seperti ini.
Angin memanggilku keluar dari balkon rumah sederhana, menunjukkanku jalan, bukan untuk pulang. Namun untuk bertanya akankah kau memikirkan hal yang sama. Garis cahaya di kanvas hitam super besar itu sangat indah. Mungkin suatu saat kita bisa melihatnya bersama di lahan rumput sempit sambil rebahan dan menikmati cokelat panas. Aku berjanji akan membuatkanmu mawar kertas. bukan burung kertas, aku tidak pandai membuatnya. Ada beberapa titik tidak begitu besar memendar, lebih terang dari teman-temannya. Biasa kugambar dengan bangun datar segi sepuluh.
Belum puas membuatku kalah, malam mempertegas keadaan dengan aku bercerita pada diriku sendiri, menikmatinya sendiri. Semakin buruk bukan?
Tidak. Aku tidak akan menyalahkan teman setiamu. Aku hanya lebih tidak suka dengan siang yang membuatku sadar bahwa saat gelap aku selalu mengingatmu.
Semoga dengan berakhirnya lagu yang kudengar saat ini, aku sudah bisa mengurangi sedikit rinduku.
Read More